Cemburu memang bisa jadi tanda dan bukti cinta. Kita cemburu karena
kita peduli. Kita cemburu karena kita tak mau kehilangan. Dan kita
cemburu karena ada cinta yang ingin kita jaga.
Sebuah hubungan
pasti ada pasang surutnya. Ada saat-saat kamu merasa marah atau kesal.
Adakalanya juga kamu dan pasangan bertengkar karena masalah yang
sebenarnya sepele. Ada saat-saatnya juga rasa cemburu memicu konflik
dalam hubunganmu. Namun, rasa cemburu juga bisa jadi tanda bahwa
hubunganmu masih “hidup” dan “bernapas”.
Rasa Cemburu Itu Muncul Bukan karena Tak Percaya Tapi karena Peduli
Tak
pernah ada niatan untuk menghancurkan hubungan yang sudah kamu bangun
sejak lama. Tak sekalipun terlintas di pikiranmu untuk melukai perasaan
pasanganmu. Dan ketika rasa cemburu itu kamu rasa, yang kamu rasakan
sebenarnya adalah karena kamu peduli. Kamu peduli dengan cinta yang
harus kamu jaga. Niatmu hanyalah ingin membawa kembali hubungan ke jalan
yang semestinya.
Rasa Cemburu Itu Muncul karena Ada Masalah yang Harus Segera Diselesaikan
Pasti
ada penyebab di balik setiap rasa cemburu yang dirasa. Ada akar masalah
dari semua rasa cemburu itu. Saat cemburu sudah dirasa, itu jadi sinyal
kalau ada sebuah masalah yang harus segera diselesaikan. Ada lubang di
dalam hubunganmu yang perlu diisi kembali.
Cemburu Bisa Jadi Tanda Kejujuran
Saat
cemburu biasanya kita akan mengungkapkan semua rasa dan isi hati yang
ada di dalam dada. Secara tidak langsung ini jadi tanda kejujuran. Kamu
mulai berani terbuka untuk mengungkapkan perasaanmu. Ini bisa jadi
pertanda baik bahwa dari kejujuran itu kamu bisa makin menguatkan
komitmen yang ada. Kalau perasaan itu terus dipendam saja, masalah yang
ada tak akan pernah terselesaikan, kan?
Dari Rasa Cemburu, Kita Melatih Diri untuk Bersikap Dewasa
Di
satu sisi cemburu sering disebut sebagai sifat yang kekanak-kanakan.
Tapi di sisi lain dari rasa cemburu itu kita bisa melatih diri untuk
bersikap lebih dewasa. Kita belajar untuk mengendalikan diri dan
perasaan. Kita diuji untuk tetap berpikir jernih saat suasana hati
sedang kalut. Dan perlahan-lahan kita bisa belajar bahwa rasa cemburu
itu tak selalu berarti benci. Bahkan dari cemburu itu ada rasa tak ingin
kehilangan, ada niat untuk tetap mempertahankan hubungan.
Tentu
saja jangan sampai cemburu buta, ya Ladies. Jangan sampai rasa posesif
atau pikiran negatif membuat api cemburu di dalam dirimu tersulut dengan
mudah.
Tak apa cemburu, asal tetap pada porsinya. Sekalipun
rasa cemburu itu muncul karena dipicu suatu kecurigaan, tahan diri untuk
tak gampang menuduh. Selalu cari dulu fakta dan kebenarannya sebelum
melontarkan suatu tuduhan. Karena cemburu itu sebenarnya bisa berarti
bahwa kamu tak ingin kehilangannya dan kamu hanya ingin mempertahankan
dia.
Aku Cemburu karena Ku Tak Bisa Kehilanganmu
METODE-METODE ANALISIS PERENCANAAN PENDIDIKAN
A.
Analisis
sumber-cara-tujuan (mean-ways-end
analysis).
Digunakan untuk meneliti sumber-sumber
dan alternatif untuk mencapai tujuan pendidikan. Tiga hal yang perlu dianalisis
dalam metode ini, yaitu: (a)means yang berkaitan dengan sumber-sumber yang
diperlukan, (b)ways yang berhubungan dengan
cara dan alternatif tindakan yang dirumuskan dan bakal dipilih dan, (c) ends yang berhubungan dengan
tujuan yang hendak dicapai.
B.
Analisis
masukan-keluaran (input-output analysis).
Metode ini dipakai untuk menganalisis
beberapa faktor input pendidikan, proses pendidikan
dan output pendidikan. Sebagai penyusun perencanaan pendidikan yang
menggunakan metode ini, hal-hal yang perlu dilakukan adalah:
a) melakukan analisis tentang
faktor-faktor input pendidikan, misalnya: 1) analisis memiliki
kebijakan mutu sekolah; 2) analisis sumber daya tersedia dan siap; 3) analisis tentang harapan prestasi yang tinggi; 4) analisis terhadap pelanggan (khususnya
pada peserta didik yang masuk); 5) analisis manajemen MBS.
b) melakukan analisis
tentang proses layanan pendidikan, misalnya: 1) analisis efektivitas proses belajar mengajar; 2) analisis
kepemimpinan sekolah yang demokratis; 3) analisis pengelolaan SDM dan keuangan yang
efektif, transparan dan akuntabel; 4) analisis sekolah berbudaya mutu; 5) analisis
sekolah yang memiliki teamwork yang
kompak, cerdas, visioner dan dinamika; 6) analisis kemandirin dalam pengelolaan sumber daya
sekolah; dan sebagainya.
c) melakukan
analisis output pendidikan, misalnya: 1) analisis kualitas karya sekolah; 2) analisis
produktivitas warga sekolah; 3) analisis lulusan dengan kebutuhan masyarakat.
C.
Analisis
ekonometrik (econometric analysis).
Metode ini lebih dekat dengan pendekatan
perencanaan pendidikan model untung rugi atau keefektifan biaya. Sebagai
penyusun perencanaan pendidikan yang menggunakan metode ini, hal-hal yang perlu
dilakukan adalah:
a) melakukan analisis secara empirik atau
kuantitatif tentang sumber daya dan sumber dana yang dimiliki oleh lembaga,
yang berpotensi untuk bisa dikembangkan secara maksimal dalam rangka meraih
keuntungan finansial secara maksimal;
b) melakukan analisis tentang
peluang output dari layanan pendidikan yang dapat terserap oleh dunia
usaha atau industri, sehingga layanan pendidikan yang diberikan betul-betul
mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Oleh karena proses layanan pendidikan
yang tidak bernilai produktif (memberi nilai ekonomis) harus ditiadakan.
D.
Analisis
diagram sebab akibat (Cause-effect diagram)
Metode ini dipakai dalam perencanaan yang
mendapatkan gambaran masa depan yang lebih baik. Sebagai penyusun perencanaan
pendidikan yang menggunakan metode ini, hal-hal yang perlu dilakukan adalah:
a) Melakukan analisis beragam problem
atau beragam tantangan yang akan dihadapi oleh dunia pendidikan di masa yang
akan datang. Oleh karena itu diperlukan adanya analisis SWOT (Strength atau
kekuatan, Weakness atau kelemahan, Opportunity atau
kesempatan, dan Threat atau ancaman).Tujuan dilakukan analisis SWOT adalah
untuk mengenali tingkat kesiapan setiap bidang pendidikan atau aspek
kelembagaan yang diperlukan untuk mencapai tujuan pendidikan.
b) melakukan analisis tindakan atau
langkah-langkah yang tepat, yang dapat dilaksanakan dalam menghadapi beragam
tantangan atau problem yang muncul pada era yang akan datang.
E. Analisis siklus kehidupan (life-cycle
analysis).
Metode ini dipakai untuk mengalokasikan sumber daya yang ada di sekolah
dengan memperhatikan siklus kehidupan produksi atau output layanan
pendidikan (lulusan), proyek, program dan proses kegiatan layanan pendidikan.
Tahapan yang perlu diperhatikan oleh penyusun perencanaan pendidikan yang
menggunakan metode ini, adalah: a) melakukan konseptualisasi program dalam perencanaan pendidikan; b) spesifikasi
program-program dalam perencanaan pendidikan; c) pengembangan layanan pendidikan; d) pengujian dan evaluasi program-program
dalam perencanaan pendidikan; e) operasi; f) output layanan pendidikan
(lulusan).
F. Analisis Proyeksi.
Metode ini paling banyak dipakai dalam perencanaan pendidikan di tingkat
mikro (lembaga satuan pendidikan). Perencanaan pendidikan yang menggunakan
metode proyeksi, akan menghasilkan cara (metode) pemecahan masalah penduduk
lima tahunan, data persekolahan, proyeksi penduduk usia sekolah, proyeksi
siswa, proyeksi ruang kelas, dan proyeksi kebutuhan guru. Dalam metode ini
paling tidak ada tiga metode proyeksi, yaitu:
a. Angka pertumbuhan siswa. Angka
pertumbuhan siswa adalah perhitungan kenaikan siswa setiap tahunnnya,
b. Kohort adalah bagan yang
memperlihatkan arus pergerakan siswa dari sejak masuk di kelas1 sampai yang
bersangkutan menyelesaikan program pendidikannya atau lulus/tamat.
c. Arus siswa. Proyeksi arus siswa ini akan
memberikan gambaran yang lebih akurat dan tepat karena memberikan data yang
mendekati kenyataan.
Hal ini disebabkan proyeksi ini menggunakan berbagai parameter yang
mengontrol hasil proyeksi tiga arus dari setiap tingkat, yaitu: 1) angka
mengulang; 2) angka naik kelas; dan 3) angka putus sekolah
G. Analisis
nilai tambah (value added
analysis)
Metode ini digunakan untuk mengukur keberhasilan peningkatan produksi
atau pelayanan. Dengan demikian, kita mendapatkan gambaran singkat tentang
kontribusi dari aspek tertentu terhadap aspek lainnya. Pada dasarnya semua
kegiatan perencanaan melalui empat tahapan dasar sebagai berikut:
a) Tahap pertama > menetapkan tujuan. Perencanaan dimulai dengan keputusan-keputusan tentang keinginan atau
kebutuhan organisasi atau kelompok kerja. Tanpa rumusan tujuan yang jelas,
organisasi akan menggunakan sumber daya secara tidak efektif.
b) Tahap kedua > merumuskan keadaan saat ini. Pemahaman
akan posisi organisasi sekarang dari tujuan yang hendak dicapai atau berbagai
sumber daya yang tersedia untuk pencapaian tujuan merupakan hal yang sangat
penting karena tujuan dan rencana menyangkut waktu yang akan datang.
c) Tahap ketiga > mengidentifikasi segala kemudahan dan
hambatan. Segala kekuatan dan kelemahan serta kemudahan dan hambatan perlu
diidentifikasikan untuk mengukur kemampuan organisasi dalam mencapai tujuan.
d) Tahap keempat > mengembangkan rencana atau serangkaian
kegiatan untuk pencapaian tujuan. Tahap terakhir dalam proses perencanaan ini
meliputi pengembangan berbagai alternatif kegiatan untuk mencapai tujuan.
2.
Langkah-Langkah Perencanaan Pendidikan
Langkah-langkah perencanaan pendidikan secara rinci mempunyai
banyak versi sesuai dengan pendapat tokoh-tokoh yang mengemukakannya. Seperti
yang dikemukakan menurut Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1982) dalam
https://ahmadsaefudinalghosyeh.wordpress.com (online), langkah-langkah yang
ditempuh dalam proses penyususnan perencanaan pendidikan yaitu:
1.
Pengumpulan dan pengolahan data,
perkembangan pendidikan pada saat ini sangat perlu diketahui dan dipahami
secara jelas oleh perencana pendidikan, karena gambaran keadaan itu akan
dijadikan dasar untuk penyusunan perencanaan pendidikan. Pengumpulan dan
pengolahan data adalah langkah pertama dalam mengidentifikasi jenis data yang
diperlukan.Jenis data yang dikumpulkan berubungan dengan sistem
pendidikan, baik data sarana dan prasarana , keadaan penduduk, geografi serta
lapangan kerja.
2.
Diagnosis, data yang
sudah terkumpul harus dianalisis dan didiagnosis. Menganalisis data merupakan
proses untuk menghasilkan suatu informasi. Mendiagnosis keadaan pendidikan daapat
dilakukan melalui penelitian dengan jalan meninjau segala usaha dan hasil
pendidikan, termasuk mengkaji rencana yang sudah disusun tetapi belum
dilaksanakan.

3.
Perumusan kebijakan,
merupakan suatu pembatasan gerak tentang apa saja yang akan dijadikan keputusan
oleh orang lain. Suatu kebijakan di bidang pendidikan dirumuskan oleh
pemerintah dengan melibatkan instansi-instansi terkait. Para perencana
pendidikan tetap memegang peranan penting terutama dalam memberikan nasihat
teknis dalam perumusan kebijakan.
4.
Perkiraan kebutuhan masa depan,
perencana pendidikan harus mampu memperkirakan kebutuhan masa depan, sehingga
rencana yang lengkap dapat disusun dengan baik.
5.
Perhitungan biaya,
menghitung untuk semua kebutuhan yang sudah diidentifikasikan di masa yang akan
datang. Perhitungan biaya dilakukan dengan menggunakan satuan biaya atau
standardisasi harga yang berlaku untuk setiap kelompok kebutuhan dengan
memperhatikan fluktuasi harga.
6.
Penetapan sasaran,
para perencana pendidikan meneliti sasaran-sasaran pendidikan untuk masa yang
akan datang. Dari sasaran itu ditetapkanlah dana untuk masing-masing tingkatan
sekolah.
7.
Perumusan rencana,
perencanaan yang disusun pada dasarnya ditujukan untuk menyajikan serangkaian
rancangan keputusan untuk disetujui dan menyediakan pola secara matang.
8.
Perincian rencana,
rencana yang telah dirumuskan dilakukan dengan cara penyusunan program dan
identifikasi serta perumusan proyek. Penyusunan program adalah membagi-bagikan
rencana kedalam kelompok kegiatan. Setiap kegiatan dalam kelompok ini harus
saling menunjang, dan menuju tujuan yang sama.
9.
Implementasi rencana, implementasi
ini mulai dilakukan apabila masing-masing proyek yang diusulkan sudah disahkan.
Oleh karena itu, kerangka organisasi untuk berbagai proyek dikembangkan. Disamping
itu dikembangkan rencana operasionalnya seperti pendelegasian wewenang,
penugasan tanggungjawab, pengadaan mekanisme umpan balik dan pengawasannya.
10.
Evaluasi rencana,
dapat dikatakan sebagai kegiatan akhir dari proses perencanaan sebelum revisi
dilakukan. Penilaian berkaitan dengan kemajuan atau perkembangan dan penemuan
penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan suatu rencana. Penilaian yang
dilakukan juga bermanfaat untuk melihat rangkaian kegiatan dalam proses
perencanaan.
11. Revisi rencana, dilakukan berdasarkan hasil evaluasi rencana. Revisi bertujuan
untuk memperbaiki, melengkapi atau menyempurnakan rencana yang akan datang berdasarkan
pengalaman masa lalu (rencana yang sudah dilaksanakan).
3.
Masalah Perencanaan Pendidikan di Indonesia
Menurut Wikipedia.org (online) bahwa masalah (bahasa
Inggris: problem) adalah kata
yang digunakan untuk menggambarkan suatu keadaan yang bersumber dari hubungan
antara dua faktor atau lebih yang menghasilkan situasi yang
membingungkan. Masalah biasanya dianggap sebagai suatu keadaan yang harus
diselesaikan.
Masalah juga
terjadi dalam proses perencanaan pendidikan, dan menjadi kendala tersendiri untuk
mencapai tujuan pendidikan. Ada beberapa masalah dalam perencananaan pendidikan
yang dilihat dari berbagai aspek, yaitu: (Mubtadiin, 2012 dalam .http://winirismayanti.blogspot.com/)
1.
Rendahnya
Sarana Fisik
UU RI No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 45 ayat
1, bahwa “Setiap satuan pendidikan
formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan
pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan
intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik.”
Tetapi pada
kenyataannya banyak sekolah yang tidak memenuhi standar tersebut. Masih banyak
sekolah yang memiliki bangunan yang tidak layak pakai atau meminjam bangunan
dari pihak lain. Sekolah dengan akses jalan yang sulit terjangkau menyebabkan
banyak masyarakat yang kurang bersedia untuk bersekolah.
Perencanaan
pendidikan harus dengan matang mempertimbangan aspek ini, jangan sampai membuat
suatu sistem pendidikan yang mempergunakan sarana dan prasarana yang hanya
dimiliki oleh sekolah-sekolah dengan fasilitas bagus. Misalnya, pendidikan
berbasis internet, bagaimana dengan anak-anak di daerah yang belum ada
fasilitas internet. Oleh karena itu perencaan pendidikan akan terhambat jika
ada faktor yang kurang mendukung.
2.
Rendahnya
Kualitas Guru
UU RI No 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003
pasal 42 ayat 1 dan 2, bahwa :
(1) Pendidik
harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang
kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
(2) Pendidik
untuk pendidikan formal pada jenjang pendidikan usia dini, pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi dihasilkan oleh perguruan tinggi
yang terakreditasi.
Guru adalah
salah satu faktor penunjang dalam keberhasilan pendidikan. Kualitas guru yang
kurang memadai menjadi kendala tersendiri bagi kualitas pendidikan di
Indonesia. Dengan permasalahan ini, perencanaan
pendidikan akan ada hambatan. Misalnya, sekolah bilingual atau SBI (Sekolah Berbasis Internasional) di Indonesia,
masih kurang menghasilkan lulusan yang mampu bersaing dengan lulusan luar
negeri. Hal ini dikarenakan SDM guru yang masih belum maksimal, dan yang belum
bisa menguasai bahasa inggris, sedangkan harus mengajar dalam bahasa inggris
atau dua bahasa.
3.
Rendahnya
Kesejahteraan Guru
Berdasarkan
survei FGII (Federasi Guru Independen Indonesia pada pertengahan 2005 dalam
http://winirismayanti.blogspot.com/), idealnya seorang guru menerima gaji
bulanan sebesar Rp3.000.000,00. Pendapatan rata-rata guru PNS per bulan sebesar
Rp1.500.000,00; guru bantu Rp460.000,00; dan guru honorer di sekolah swasta
rata-rata Rp10.000,00 per jam. Dengan pendapatan seperti itu, maka banyak guru
yang melakukan kerja sampingan, sehingga kurang optimal dalam mendidik anak di
sekolah.
4.
Rendahnya
Prestasi Siswa
Siswa adalah
generasi penerus bangsa, artinya siswa yang dididik di sekolah diharapkan mampu
menjadi generasi yang memajukan negara. Dengan majunya era globalisasi, siswa
Indonesia harus mampu bersaing dengan lulusan luar negeri. Rata-rata anak-anak Indonesia hanya mampu menguasai 30% dari
materi bacaan dan ternyata mereka sulit dalam menjawab soal-soal berbentuk
uraian yang memerlukan penalaran.Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa
menghafal dan mengerjakan soal pilihan ganda. (Mubtadiin, 2012 dalam http://winirismayanti.blogspot.com/).
5.
Rendahnya
Kesempatan Pemerataan Pendidikan
Dalam
UUD 1945 Pasal 31 ayat 1 bahwa “Tiap-tiap warga negara
berhak mendapat pengajaran”.
Indonesia
adalah negara kepulauan yang luas. Keadaan geografis Indonesia yang demikian
menyebabkan rendahnya pemerataan pendidikan di Indonesia. Banyak daerah yang
sulit terjangkau dan tidak ada akses jalan. Tidak meratanya pendidikan di
Indonesia menyebabkan adanya kesenjangan antara pendidikan di kota dan di
daerah. Padahal berdasarkan undang-undang di atas, bahwa tiap warga negara
Indonesia berhak untuk mendapat pendidikan yang layak.
6.
Rendahnya
Relevansi Pendidikan Dengan Kebutuhan
Adanya
ketidaksesuaian antara kualitas lulusan kita dengan kebutuhan tenaga kerja
menyebabkan masih tingginya tingkat pengangguran di Indonesia. Data BAPPENAS
(1996) dalam http://winirismayanti.blogspot.com/ (online) yang dikumpulkan
sejak tahun 1990 menunjukkan angka pengangguran terbuka yang dihadapi oleh
lulusan SMU sebesar 25,47%, Diploma/S0 sebesar 27,5% dan PT sebesar 36,6%,
sedangkan pada periode yang sama pertumbuhan kesempatan kerja cukup tinggi
untuk masing-masing tingkat pendidikan yaitu 13,4%; 14,21%; dan 15,07%. Menurut
data Balitbang Depdiknas 1999setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah
dan tidak memiliki keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah
ketenagakerjaan tersendiri (Kasim, 2009 dalam
http://winirismayanti.blogspot.com/) (online).
7.
Mahalnya Biaya
Pendidikan
Adanya
stratifikasi dalam pendidikan, menyebabkan masyarakat dengan ekonomi menengah
kebawah akan kesulitan mendapat fasilitas pendidikan yang layak. Sekarang ini
banyak sekolah dengan pendidikan yang berkualitas dengan biaya yang mahal.
Sedangkan pendidikan gratis yang disediakan pemerintah cenderung seadanya. Maka
stratifikasi ini menyebabkan adanya pula kesenjangan kualitas pendidikan antara
anak yang berekonomi berkecukupan dengan ekonomi rendah.
Masalah di atas
adalah permasalahan yang secara global dapat menghambat proses perencanaan
sistem pendidikan di Indonesia. Padahal, ada undang-undang yang telah mengatur
bagaimana standar aspek pendidikan.
4.
Penyelesaian Masalah Perencanaan Pendidikan di
Indonesia
Adanya masalah dalam
pendidikan di Indonesia menyebabkan
kendala dalam perencanaan pendidikan di Indonesia. Sistem pendidikan di
Indonesia telah banyak mengalami perubahan, hal ini mungkin disebabkan karena
perencanaan pendidikan yang kurang memahami aspek-aspek yang terkait
didalamnya, sehingga sistem pendidikan di Indonesia tidak mampu sesuai dengan
kondisi masyarakat Indonesia serta lulusan yang dihasilkan tidak relevan dengan
kebutuhan tenaga kerja. Hal tersebut menyebabkan sumber daya manusia (SDM)
negara kita sulit bersaing dengan SDM asing.
1.
Secara Sistemik
Adanya perombakan dalam sistem sosial yang
berkaitan dengan pendidikan. Sistem pendidikan sangat berkaitan dengan ekonomi,
dengan sistem ekonomi sekarang menyebabkan adanya stratifikasi dalam
pendidikan. Maka harus menciptakan sistem yang menghilangkan adanya
stratifikasi dalam pendidikan. Tidak ada lagi kesenjangan fasilitas pendidikan
untuk masyarakat ekonomi kuat dan lemah.
2.
Secara Teknis.
Solusi secara teknis adalah adanya perubahan
dalam aspek kualitas sarana dan prasarana, kualitas guru dan kualitas
siswa. Maka, solusi untuk masalah-masalah teknis dikembalikan kepada
upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas sistem pendidikan. Misalnya
seperti rendahnya kualitas guru, di samping diberikan solusi peningkatan
kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan untuk
meningkatkan kualitas guru. Selain itu juga seperti rendahnya prestasi siswa,
solusinya adalah dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran,
meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.
Dengan problem solving atau
penyelesaian masalah pendidikan, maka proses perencanaan pendidikan juga harus
berfungsi dalam merancang sebuah sistem pendidikan yang layak dan tepat untuk
masyarakat Indonesia.
Langganan:
Postingan (Atom)